Netralpost. Aceh Utara – Belum berfungsinya Bendungan Krueng Pasè membuat ribuan petani di delapan kecamatan di Aceh Utara gagal bercocok tanam selama lebih dari lima tahun.
Kondisi ini mendorong Muspika dari Kecamatan Meurah Mulia, Syamtalira Bayu, dan Samudera melakukan peninjauan langsung ke lokasi proyek, Kamis (26/6/2025), guna mendorong percepatan pembangunan saluran irigasi.
Peninjauan dilakukan untuk memantau progres jaringan irigasi yang dirancang mengairi sekitar 8.922 hektare sawah yang tersebar di delapan kecamatan di Aceh Utara yakni Meurah Mulia, Samudera, Syamtalira Bayu, Nibong, Tanah Luas, Matangkuli, Syamtalira Aron, dan Tanah Pasir serta Kecamatan Blang Mangat di Kota Lhokseumawe.
Camat Meurah Mulia, Abdurrahman, S.Sos, mewakili Muspika menyampaikan kekecewaan masyarakat atas lambannya penyelesaian proyek tersebut. Ia meminta kontraktor dan pemerintah pusat mempercepat pembangunan agar petani bisa kembali menanam padi dan mendukung ketahanan pangan daerah.
“Sudah lebih dari lima tahun masyarakat kami tidak bisa bersawah. Kami berharap saluran irigasi ini segera difungsikan,” ujarnya.
Abdurrahman juga menegaskan, kehadiran para camat bukan hanya sebagai pemantau, tetapi sebagai penyambung aspirasi ribuan petani yang bergantung pada bendungan itu untuk kelangsungan hidup mereka.
Proyek Strategis Nasional yang Terlambat
Bendungan Krueng Pasè merupakan proyek strategis nasional di bawah pengelolaan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I. Namun, proyek ini sempat terhenti dan kontraknya diputus pada Maret 2023 setelah progresnya hanya mencapai 36,78 persen. Proyek kemudian dilanjutkan kembali pada Maret 2024 dengan nilai kontrak Rp22,8 miliar dan ditargetkan rampung pada akhir 2025.
Melalui APBN 2025, pemerintah juga telah menggelontorkan dana tambahan sebesar Rp46,5 miliar untuk menyelesaikan jaringan irigasi utama dan sekunder, serta rehabilitasi pintu air. Saluran air ditargetkan dapat mengalir secara fungsional paling lambat Januari 2026.
Sayangnya, keterlambatan ini telah menyebabkan stagnasi pertanian, merugikan ribuan petani, serta melemahkan ketahanan pangan dan ekonomi lokal yang sangat bergantung pada sektor pertanian.
Muspika dan masyarakat mendesak agar proyek ini segera dituntaskan agar potensi pertanian di Aceh Utara tidak terus terbengkalai.